SEJARAH MAKAM MBAH MANGGENG

SEJARAH MAKAM MBAH MANGGENG

(Versi Juru Kunci “Bapak Sujatno” dan Kolaborasi dari Channel Youtube https://www.youtube.com/watch?v=n5-q9d3E6ls dari Channel Ariebowo Bocil dengan penyesuaian)

Sebelum membaca artikel sejarah Mbah  Manggeng, penulis mohon maaf jika ada kesalahan dalam memberikan informasi karena penulis karena terbatasnya sumber)

Makam Mbah Manggeng terletak di Jalan Kapten Ismail di desa Kraton. Kecamatan Tegal Barat Kota Tegal. Dinamakan Desa Kraton karena dahulu terdapat Kerajaan kecil yang bernama Kraton Martalaya dan Kraton Martapura. Mbah Manggeng dahulu adalah seorang penasihat dari Kraton Martalaya dan Martapura, namun peninggalan keraton Martalaya dan Marapura sudahtidak ada lagi.  Mbah Manggeng sendiri berasal dari Jawa Barat, salah seorang putra dari Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana atau nama lainnya Walangsungsang putra dari Prabu Siliwangi dan Nyai Subanglarang. Pangeran Cakrabuana memiliki dua anak, yaitu Tubagus Wanda dan Nyai Pakungwati. Nyai Pakungwati diperistri oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah dari Cirebon. Beliau adalah salah satu walisongo penyebar agama Islam di tanah Jawa. Setelah Pangeran Cakrabuana mangkat, Sunan Gunung Jati naik tahta dan mendirikan Kesultanan Cirebon yang menjadi negara berdaulat. Masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati merupakan kejayaan bagi Kesultanan Cirebon, karena wilayahnya meliputi Jawa Barat dan Banten. Kesultanan Cirebon atas bantuan Demak juga berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada 1527. Tokoh paling menonjol pada pertempuran tersebut adalah Fatahillah.

Mbah Manggeng sebelum berada di Tegal, beliau pernah mengabdi di Kraton Solo, kemudian ditarik ke Tegal dibawah naungan Kerajaan Mataram. Beliau mengasah ilmu surasa dan menyebarkan agama Islam diTegal. Ilmu surasa adalah ilmu memahami rasa, atau kondisi yang dialami rakyat saat itu. Beliau sangat empati terhadap kondisi yang dialami rakyatnya yang terjajah sehingga perlu mengasah ilmu surasa. Mbah Manggeng juga sering mengadakan pengajian dan pengenalan Islam. Selama belum ada titah dari ayahnya untuk kembali, maka beliau akan terus mengembara menyebarkan agama Islam dan melawan penjajah. Dinamakan Mbah Manggeng, karena beliau hidup di desa Kemanggengan, dan manggeng sendiri berarti “istirahat”. Mbah Manggeng sendiri memiliki nama samaran seperti Tubagus Wanda dan Ki Pandan Wangi. Nama samaran tersebut semata-mata untuk mengelabuhi pihak Belanda agar tidak mudah ditangkap.

Dalam versi lain, Mbah Manggeng hidup dalam masa yang bersamaan dengan perjuangan Mbah Panggung saat menyebarkan Agama Islam. Mbah Panggung adalah ulama besar dari Arab yang Bernama Syekh Syarif Abdullah Umar. Mereka sama-sama pejuang dan penyiar agama Islam.

Dalam kompleks makam Mbah Manggeng, terdapat kompleks makam adik Mbah Manggeng, yang berada di sebelah timur yaitu Mbah Martapura atau Mbah Martoloyo. Namun, status Mbah Martopura sebagai adik seperguruan Mbah Manggeng masih dipertanyakan karena belum ada bukti tertulis yang menjelaskan tentang hal itu.

Sejarah makam Mbah Manggeng, bermula dari wafatnya beliau yang dimakamkan di Desa Kemanggengan Kraton. Beliau wafat karena perang tanding dengan adik seperguruannya, yaitu Pangeran Martapura. Pangeran Martapura adalah seorang Adipati Jepara utusan Amangkurat. Mbah Manggeng diajak berunding oleh Pangeran Martapura membasmi pembrontakan Trunojoyo, namun Mbah Manggeng menolak karena beliau lebih memihak pada rakyat daripada harus berkhianat, karena tawaran dari Martapura, akhirnya terjadi perkelahian atau perang di antara keduanya. Dampak dari perkelahian tersebut, Mbah Manggeng kalah dan meninggal dserta dimakamkan di area atau di desa Kemanggengan.

  1. Makam Mbah Manggeng dan Keyakinan Masyarakat

Keberadaan makam Mbah Manggeng memang tidak bisa dilepaskan dari pro dan kontra. Banyak Masyarakat yang meyakini bahwa Makam tersebut adalah Makam Mbah Manggeng walaupun Masyarakat kurang literasi dalam memahami sejarahnya. Ada pula Masyarakat yang tidak percaya, mereka menganggap bahwa makam tersebut adalah makam orang biasa. Masyarakat menganggap bahwa Makam Mbah Mangeng adalah makam seorang wali yang berusia puluhan tahun dan termasuk kategori cagar budaya. Bukti kewalian Mbah Manggeng sebagai berikut:

  1. Mbah Manggeng termasuk seorang yang iman dan taat beribadah kepada Allah, Sejarah menceritakan bahwa Mbah Manggeng menyebarkan agama Islam di Tegal, maka disebut wali.
  2. Keberadaan Makam Mbah Manggeng yang berada di tetap terpelihara secara turun temurun dan membawa keberkahan di lingkungan sekitar.
  3. Penuturan dari juru kunci dan Masyarakat Tegal, mereka meyakini Mbah Manggeng adalah seoarng wali.
  4. Kesaksian dari juru kunci yang menceritakan bahwa sering ada peziarah yang tiba-tiba datang ke makam saat melewati Jalan Kapten Ismail. Mereka tiba-tiba berhenti di area dan merasakan adanya makam di area tersebut. Namun, hal ini konon katanya hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang salih dan meyakini secara spiritual.
  5. Penuturan dari juru kunci yang menyatakan bahwa sempat akan diadakan pembongkaran makam di area tersebut, namun karena suatu hal di luar nalar, maka pembongkaran tersebut tidak terlaksana.
  6. Penghromatan Masyarakat sekitar, baik yang beragama Islam maupun nonislam yang memberikan doa kepada Mbah Manggeng di area makam.

 

  1. Keberadaan makam Mbah Manggeng

Makam Mbah Manggeng berada di dalam Kawasan Gereja dan sekolah milik Yayasan non-Islam. Keberadaan makam tersebut sangat unik karena untuk menjangkau makam tersebut, Masyarakat harus masuk ke dalam Kawasan yang lingkungan masyarakatnya adalah non-Islam. Makam tersebut masih terawatt keberadaannya, dan masih sering dikunjungi oleh orang-orang Islam yang hendak melakukan ziarah. Pihak Yayasan pun selalu membewrikan kesempatan kepada peziarah untuk masuk ke Kawasan Makam tersebut. Sikap toleransi dari pihak Yayasan sangat mencerminkan toleransi yang luar biasa, Mereka juga tidak pernah mempermasalahkan keberadaan orang-orang Islam yang mengadakan ritual keagamaan Islam di Kawasan makam yang notabene berada di Kawasan atau lingkungan orang-orang berbeda keyakinan. Bahkan uniknya, dalam kegiatan sekolah yang dilakukan di sekolah SMP atau SMA Pius, pihak sekolah selalu melibatkan untuk melakukan kirim doa kepada Mbah Manggeng dengan keyakinan masing-masing.

 

  1. Respons setelah dibuat aplikasi QR Code

Setelah peneliti membuat aplikasi QR Code, Masyarakat lebih mudah dalam mengakses Sejarah makam Mbah Manggeng. Generasi muda atau semua lapisan Masyarakat daoat mengakses dengan cepat walaupun naskah sejarahnya butuh disempurnakan Kembali. Menganai pro dan kontra Masyarakat terhadap kebenaran Sejarah Makam Mbah Manggeng dan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *